Jumaat, 1 Ogos 2014

INTIFADAH


INTIFADAH 1

  1. Pada 9/12/1987
  2. Intifadah yang hanya menggunakan Batu dan lastik dalam memerangi yahudi.
  3. Tercetusnya kebangkitan (Intifada) ini ialah tindakan sebuah lori besar milik Yahudi yang sengaja melanggar dua buah lori kecil milik umat Islam menyebabkan 4 orang terbunuh dan 9 lain tercedera.

INTIFADAH 2
  1. Pada 28/9/2000.
  2. Umat Islam keluar beramai-ramai untuk menentang keganasan Yahudi dengan menggunakan apa saja yang pada mereka.
  3. Intifada kedua ini tidak hanya bergantung kepada lontaran batu dan lastik tetapi banyak menggunakan serangan mortar, refel automatik AK 47 dan jerangkap samar dilakukan dan  operasi amaliah istisyhadiah (pengeboman berani mati)
  4. Malah kebangkitan kali ini dilihat lebih mengancam rejim Israel kerana ia dilancarkan oleh:
  • Kataib Al-Qassam (HAMAS) 
  • Kata’ib Syuhada’ Al-Aqsa (Fatah)
  • Saraya Al-Quds (Jihad Islami)
  • Pasukan As-Syahid Abu Ali Mustafa (As- Sya’biyyah)
  • Pasukan Kebangkitan Kebangsaan Palestin (Ad Dimoqratiyyah)
  • Saraya Al-Quds.



Hukum Isbal

Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar ibnu Rifai

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Sarung yang berada di bawah kedua mata kaki, ada di dalam neraka (kaki tersebut).”
Sarung, celana, jubah, atau yang semisal, biasanya dikenakan oleh kaum musbil hingga menutupi mata kaki. Kebiasaan yang perlu dikritisi secara tinjauan syariat Islam. Mengapa hal “remeh” semacam ini dibahas? Itulah kesempurnaan ajaran Islam. Cara berpakaian pun ada aturannya.
Takhrij Hadits
Hadits dengan lafadz di atas diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5450), an-Nasa’i (no. 5330), dan Ahmad (2/498), dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Seluruhnya dari riwayat Syu’bah, dari Sa’id al-Maqburi, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Hadits lain yang lafadznya senada cukup banyak, antara lain,
1. Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat ath-Thabarani dalam al-Kabiir (3/138).
2. Hadits Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu riwayat an-Nasa’i dan Ibnu Majah (no. 3572).
3. Hadits Aisyah x riwayat Ahmad (6/59, 254, 257).
4. Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu riwayat Ahmad dan lainnya. (ash- Shahihah, no. 2037) Isbal dan Musbil Isbal artinya menggunakan pakaian yang menutupi mata kaki, baik dalam bentuk sarung, celana, maupun jubah. Musbil adalah sebutan untuk orang yang melakukan isbal. Isbal telah menjadi pandangan sehari-hari dari kalangan kaum muslimin. Ada yang sama sekali tidak mengerti tentang keharamannya, ada yang sekadar mengikuti mode dan tren, juga ada yang tidak menaruh perhatian sedikit pun tentang hal ini. Sebenarnya, bagaimanakah hukum isbal itu? Hukuman apa yang diancamkan atas kaum musbil? Apakah hal ini termasuk masalah furu’—menurut kalangan tertentu—, sehingga tidak layak untuk diperdebatkan? Benarkah hal ini hanya masalah adat dan budaya orang Arab yang tidak berlaku di negeri kita, Indonesia? Adakah perbedaan antara musbil yang sombong dan musbil yang tidak sombong? Simaklah penjelasan ringkas berikut ini, barakallahu fikum.
Hukum Isbal
Isbal hukumnya haram, bahkan dapat dikategorikan sebagai kabair (dosa besar). Hukum ini berlandaskan pada keterangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim (no. 106) dan lainnya, “Ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wata’ala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang ke arah mereka, juga tidak menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang pedih.” Kata-kata ini diulang sebanyak tiga kali oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sampai-sampai para sahabat bertanya, “Siapakah ketiga golongan tersebut, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Orang musbil, orang yang selalu mengungkit-ungkit kebaikan, dan orang yang menjual barang dagangan dengan sumpah palsu.” (Fatwa al-Utsaimin, Nur ‘alad Darb)
Artinya, masalah isbal bukanlah masalah kecil. Tidak tepat juga jika masalah isbal dinilai sebagai masalah furu’. Anggapan sebagian kalangan bahwa masalah isbal hanyalah adat dan budaya orang Arab juga tidak benar. Ternyata, isbal termasuk dosa besar sesuai dengan sabda Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wasallam. Hukum isbal hanya berlaku untuk kalangan laki-laki. Sebab, ada hukum tersendiri bagi kaum wanita. Kekhususan hukum ini untuk kaum laki-laki telah dinukilkan ijma’ ulama oleh Ibnu Raslan dalam Syarah Sunan. (Aunul Ma’bud, Syarah Sunan Abi Dawud)
Apakah Isbal Hanya Berlaku untuk Sarung?
Sesuai lafadz hadits di atas, seolaholah, zahirnya menunjukkan hukum isbal hanya berlaku untuk sarung saja. Benarkah demikian? Al-Imam al-Bukhari rahimahullah memberi judul bab untuk hadits di atas bab “Pakaian yang Berada di Bawah Mata Kaki Akan Masuk Neraka.” Kemudian al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, ”Demikianlah, al-Bukhari rahimahullah menyebutkan secara mutlakdan tidak memberikan taqyid (pembatasan) dengan ‘sarung’ sebagaimana yang terdapat di dalam lafadz hadits. Ini adalah isyarat bahwa hukum isbal berlaku secara umum baik untuk sarung, jubah, maupun pakaian lainnya. Sepertinya, al-Bukhari rahimahullah mengisyaratkan pada lafadz hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Malik, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah; yang dinyatakan sahih oleh Abu Awanah dan Ibnu Hibban.” (Fathul Bari, Syarah Shahih al-Bukhari) Hukum isbal yang tidak hanya terbatas pada sarung juga dapat dipahami dari hadits-hadits lain tentang isbal yang disebutkan pada kajian kita ini.
Musbil Tanpa Disertai Sikap Sombong
Ada sekelompok orang yang kurang bisa menerima hukum isbal secara mutlak. Alasan mereka adalah sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 3665) dan Muslim (no. 2085) dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنَ الْخُيَلَاءِ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memandangnya pada hari kiamat nanti.”
Kata mereka, “Larangan isbal hanya berlaku untuk orang yang sombong saja! Jika tidak disertai sikap sombong, tidak mengapa.” Jika berdasarkan ilmu kita berbicara, bukan hawa nafsu; jika di atas sikap hormat kepada hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kita berhukum, tidak dengan menurutkan kesenangan hati; jika tidak mengambil sikap seenaknya kita sendiri, menerima satu hadits dan menolak hadits yang lain, walau tidak diakui secara lisan; tentu setiap hadits dapat diposisikan sebagaimana mestinya. Lihat dan teladanilah sikap para ulama. Mengenai hal ini, mereka merincinya menjadi dua masalah.
 1. Musbil disertai sikap sombong
Orang semacam inilah yang dimaksud oleh hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu di atas. Orang seperti inilah yang diancam dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ada tiga golongan manusia pada hari kiamat nanti. Allah Subhanahu wata’ala tidak berbicara kepada mereka, tidak memandang ke arah mereka, dan tidak menyucikan mereka. Untuk mereka azab yang pedih.”
2. Musbil tanpa diikuti oleh sikap sombong
Orang semacam ini siksanya di bawah tingkatan siksa jenis orang pertama. Orang seperti inilah yang dimaksud dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas. Orang semacam inilah yang diancam dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sarung yang berada di bawah kedua mata kaki, adadi dalam neraka.” (Fatwa al-Utsaimin, Nur ‘alad Darb)
Pendapat para ulama di atas didukung oleh sebuah riwayat dari Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4093), an-Nasa’i (no. 9714—9717), Ibnu Majah (no. 3573), dan yang lain, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah (no. 2017). Di dalam riwayat tersebut, dua keadaan di atas disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam secara berbeda dalam satu konteks. Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ، مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ
“Pakaian yang berada di bawah mata kaki, ada di dalam neraka. Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, Allah Subhanahu wata’ala tidak akan memandangnya.”
Jadi, sabda Nabi, “Barang siapa menyeret pakaiannya (melebihi mata kaki) karena sombong, AllahSubhanahu wata’ala tidak akan memandangnya”, tidak berarti apabila isbal tidak disertai sikap sombong maka boleh. Bukan seperti itu hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dipahami! Hal lain yang perlu dicermati juga adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah sahabat yang meriwayatkan hadits larangan isbal dengan disertai sikap sombong. Bagaimanakah praktik Abdullahbin Umar radhiyallahu ‘anhu dalam hal ini? Bukankah beliau lebih layak untuk diteladani dalammemahami hadits tersebut? Ternyata, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma yang meriwayatkan hadits tentang larangan musbil dengan disertai sikap sombong, pada praktiknya menggunakan kain sarung di atas mata kaki, bahkan di pertengahan betis. Al-Imam Muslim rahimahullah (no. 2086)meriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita, “Aku pernah bertemu RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan kain sarungku turun. Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menegur, ‘Wahai Abdullah, tinggikan kain sarungmu!’ Aku pun mengangkatnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tetap mengatakan, ‘Naikkan lagi!’ Aku pun mengangkatnya lebih tinggi. Setelah itu, aku selalu menjaga kain sarungku dalam posisi seperti itu.” Ada yang bertanya, “Sampai batas mana?” Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma menjawab,  “Sampai pertengahan betis.” Bagaimana dengan Atsar tentang Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu?Sekelompok kecil orang di atas ternyata masih berusaha mencari alasan dan pembenaran, walau sangat dipaksakan. Kata mereka, “Abu Bakr juga terkadang musbil dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan kepada beliau, ‘Sungguh, engkau tidak termasuk yang melakukan isbal dengan disertai sikap sombong’. Mereka memahami, “Jadi, larangan itu hanya berlaku pada orang musbil yang bersikap sombong. Jika tidak, boleh-boleh saja!” Pembaca, semoga Allah Subhanahu wata’ala menjaga Anda, marilah kita mencermati hadits tentang Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu lebih dekat. Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu berkata,
إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ إِنَّكَ لَسْتَ : ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ
“Sungguh, salah satu bagian pakaianku selalu turun, namun aku selalu menjaganya agar tidak turun.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak termasuk yang melakukannya karena sikap sombong.” (HR. al- Bukhari no. 5447)
Ada beberapa hal yang harus dicermati tentang keadaan Abu Bakr di atas:
1. Tidak ada faktor kesengajaan isbal dari Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu.
2. Upaya Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu untuk selalu menaikkan kembali pakaiannya jika turun menutupi mata kaki.
3. Yang terkadang turun menutupi mata kaki Abu Bakr adalah salah satu sisi pakaiannya. Artinya, sisi pakaian yang lain berada di atas mata kaki.
4. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam merekomendasi Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu sebagai orang yang tidak sombong. Pertanyaannya, ”Apakah riwayat tentang Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dapat disamakan dengan kaum musbil yang dengan sengaja telah melakukan isbal? Apakah mereka selalu berusaha menaikkan celana jika mulai menutupi mata kaki? Siapa yang merekomendasi mereka bebas dari sikap sombong?” Praktik Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan Para Sahabat Lihatlah praktik para sahabat dalam hal ini. Abu Ishaq bertutur, “Aku pernah melihat beberapa orang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka menggunakan sarung sampai di tengah betis, di antaranya Ibnu Umar, Zaid bin Arqam, Usamah bin Zaid, dan al-Bara’ bin ‘Azib .” (Majma’ az-Zawaid) Beberapa saat sebelum Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, seorang pemuda datang menjenguk untuk mendoakan dan menghibur Umar radhiyallahu ‘anhu. Ketika pemuda itu mohon izin, Umar melihat pakaiannya menutupi mata kaki. Umar pun menegur, “Wahai anak saudaraku, angkatlah pakaianmu. Itu lebih bersih dan bisa menambah takwa kepada AllahSubhanahu wata’ala!” (HR. al-Bukhari no. 3424) Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhuma bercerita, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memegang otot betisku dan bersabda,
هَذَا مَوْضِعُ الْإِزَارِ، فَإِنْ أَبَيْتَ فَأَسْفَلُ، فَإِنْ أَبَيْتَ، فَلاَ حَقَّ لِلْإِزَارِ فِيْ الْكَعْبَيْنِ
‘Di sinilah letak sarung. Jika engkau tidak ingin, bisa di bawahnya sedikit. Jika engkau masih juga tidak ingin, tidak ada hak untuk sarung berada tepat pada mata kaki’.” (HR. at-Tirmidzi dalamSyamail Muhammadiyah dan dinyatakan sahih oleh al-Albani no. 99)
Sebagai penutup, marilah kita meresapi kata-kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam di bawah ini. Ubaid bin Khalid al-Muharibi berkisah, “Saat aku berjalan di kota Madinah, tiba-tiba seseorang berkata dari belakangku, ‘Angkatlah pakaianmu! Sungguh, itu bisa menambah takwamu’.” Ternyata, orang tersebut adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Aku menjawab, “Wahai RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam, hanya sekadar burdah putih.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallambersabda,
أَمَا لَكَ فِيَّ أُسْوَةٌ؟
“Apakah engkau tidak ingin meneladani diriku?” Aku pun memerhatikan sarung beliau, ternyata sampai di pertengahan betis. (HR. at-Tirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah dan dinyatakan sahiholeh al-Albani no. 97)
Sekarang, kita bisa menyampaikan kepada siapa saja yang bertanya tentang hukum isbal, “Apakah engkau tidak ingin meneladani diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menggunakan pakaian di atas mata kaki, bahkan hingga di tengah betis.” Wallahu a’lam.

sumber : http://asysyariah.com/hadits-hukum-isbal/

http://www.youtube.com/watch?v=N4j-_-sWmWQ

Isnin, 21 Julai 2014




يحتوى هذا الملف على بعض الأقوال المأثورة لإمام الدعاة الشيخ محمد متولى الشعراوي
- إذا أخذ الله منك مالم تتوقع ضياعه فسوف يعطيك مالم تتوقع تملكه
- إن لم تستطع قول الحق فلا تصفق للباطل
- إذا لم تجد لك حاقدا فاعلم انك انسان فاشل
- إلهى إن متكلى عليك وأمرى إن ضاق فوضته ربى إليك
- لا تقلق من تدابير البشر فأقصى ما يستطيعون هو تنفيذ إرادة الله
- لن يحكم أحد فى ملك الله إلا بمراد الله
- لا يقلق من كان له أب .. فكيف يقلق من كان له رب
- إذا رأيت فقيرا فى بلاد المسلمين فاعلم ان هناك غنيا سرق ماله
- لا تعبدوا الله ليعطى بل اعبدوه ليرضى فإن رضى ادهشكم بعطائه
- لن يحكم أحد في ملك الله إلا بمراد الله
أتمني أن يصل الدين إلي أهل السياسة ولا يصل أهل الدين للسياسة
- إلهى إن متكلى عليك وأمرى إن ضاق واستضاف فقد فوضته بى اليك
- الثائر الحق من يثور ليهدم الفساد ثم يهدأ ليبني الأمجاد
- اللهم إنى أسألك أن تجعل ما وهبتنا مما نحب
- الذين يغترون بوجود الأسباب نقول لهم اعبدوا واخشعوا لواهب الأسباب وخالقها
- أقل الصالحات هو أن يترك الصالح على صلاحه أو يزيده صلاحا
- العين قد تخدع صاحبها ولكن القلب المؤمن لا يخدع صاحبه أبدا
- عطاء الله سبحانه وتعالى يستوجب الحمد.. ومنعه العطاء يستوجب الحمد
- إن الحياة أهم من ان تنسى ولكنها اتفه من ان تكون غاية
- من خلصت لله نيته تولاه الله وملائكته
- اللهم إني أسألك ألا تجعل المصائب إلا عوناً لنا على اليقين بحكمة خالقنا
- لو يعلم الظالم ما أعده الله للمظلوم لبخل الظالم على المظلوم بظلمه له
- الرزق هو ما ينتفع به ٬ وليس هو ما تحصل عليه
- الفاسقون أول صفاتهم أنه لا عهد لهم مع خالقهم ولا عهد لهم مع الناس
- إن الحياه أهم من أن تنسى .. ولكنها أتفه من أن تكون غايه
- الحياة الدنيا مهما طالت فهي قصيرة ومهما أعطت فهو قليل
- لا يجتمع ذكر الرحمن وكلام الشيطان فى قلب انسان!!
- إن الله يعطى الدنيا لمن يحب ومن لا يحب ولا يعطى الآخرة إلا لمن أَحَب
- كيف ادعوك وانا عاصى وكيف لا ادعوك وانت الكريم؟
- إذا أهمّك أمر غيرك، فـأعلـم بأنّـك ذو طبعٍ أصيـل
- إذا رأيت في غيرك جمـالاً ، فأعلم بأنّ داخلك جميل
- إذا حافظت على الأخوة، فأعلم بأنّ لك على منابر النور زميل
- اذا راعيتَ معروف غيرك، فأعلم بأنّك للوفاء خليل
- إن العبرة في الأمور بالمنظور منها لا‌ بالمنتظر
- من تعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه
- لا تطول معركة بين حق وباطل لأن الباطل دائماً زهوقا
- ازرع جميلاً ولو فى غير موضعه؛ فلن يضيع جميلاً اينما زرعا
- مناجاة: أيُقلقني أمري وهو في يديك؟! .. إلهي، إنّ مُتكلي عليك
- إذا حققت النجاح سوف تكسب أصدقاء مزيفين وأعداء حقيقيين انجح على أية حال
- ما تنفق سنوات في بنائه قد ينهار بين عشية وضحاها ابن على أية حال
- جميل أن تزرع وردة فى كل بستان ولكن الأجمل أن تزرع ذكر الله على كل لسان
- اللهم إني أحـمدك على كل قضائك وجميع قدرك
- اللهم أني أسألك أن تبسُطَ لساني بُشكرِ النعمة منك
- اللهم انى أسألك أن تقبض عن نفسي تلصُصَ الغفلة عنك
- علينا أن نعلم أنه لا شيء يتم في كون الله مصادفة ، بل كل شيء بقدر
- إذا تساندت حركة الوجود و لم تتعاند.. رضي كل موجود عن جمال الوجود
- هناك فرق بين أن يكون الإنسان مع النعمة ٬ وأن يكون مع المنعم
- المؤمن لا يطلب الدنيا أبدا ٬ لماذا؟ لأن الحياة الحقيقية للانسان في الآخرة
- اتقوا يوما ستلاقون فيه الله ويحاسبكم ٬ وهو سبحانه وتعالى قهار جبار
- اللهم انى أسالك أن تبسط لسانى بشكرة النعمة منك
- لا تسخر من ذي عيب فإن كان هذا العيب في خُلُقُه ودينه فقومه
- الله سبحانه وتعالى خلقنا مختارين ولم يخلقنا مقهورين
- إن حكمة أي تكليف إيماني هي أنه صادر من الله سبحانه وتعالى
- الذين يغترون بوجود الأسباب نقول لهم اعبدوا واخشعوا لواهب الأسباب
- الخاشع هو الطائع لله ٬ الممتنع عن المحرمات ٬ الصابر على الأقدار
- الله سبحانه وتعالى يعرف ما في نفسك ٬ ولذلك فإنه يعطيك دون أن تسأل
- الشعراوي: حين تتخلى الأسباب فهناك رب الأسباب وهو موجود دائما
- ليست العودة إلى الإسلام أن نكتب الله أكبر بل نملأ قلوبنا بالله أكبر
- إذا كنت تريد عطاء الدنيا والآخرة ٬ فأقبل على كل عمل باسم الله
- النعمة لا يمكن أن تستمر مع الكفر بها
- إن ذكر الله المنعم يعطينا حركة الحياة في كل شيء
- عجبت لمن خاف ولم يفزع إلى قول الله سبحانه: حسبنا اللَّه ونعم الوكيل
- الإنسان الذي يستعلي بالأسباب سيأتي وقت لا تعطيه الأسباب
- في الدعوة الإسلامية لابد أن يكون العلماء قدوة لينصلح أمر الناس
- إن الدين كلمة تقال وسلوك.. فإذا انفصلت الكلمة عن السلوك ضاعت الدعوة
- الصلاة استحضار العبد وقفته بين يدي ربه
- العبد المؤمن لابد أن يوجه حركة حياته إلى عمل نافع يتسع له ولمن لا يقدر
- الحق ثابت ولا يتغير أما الباطل فهو ما لا واقع له
- إن نعيم الدنيا على قدر قدرات البشر ونعيم الآخرة على قدر قدرات الله
- إن المال عبد مخلص ٬ ولكنه سيد رديء
- اتقوا يوما ستلاقون فيه الله ويحاسبكم ٬ وهو سبحانه وتعالى قهار جبار
- الدنيا مهما طالت ستنتهي والعاقل هو الذي يضحي بالمؤقت لينال الخالدة
- في يد كل واحد منا مفتاح الطريق الذي يقوده إلى الجنة أو إلى النار
- لو فقد المؤمن نعمة العافية فلا ييأس فإن الله تعالى يريده أن يعيش مع المنعم
- إن المؤمنين هم أهل الابتلاء من الله ٬ لماذا؟ لأن الابتلاء منه نعمة
- هناك فرق بين أن يكون الإنسان مع النعمة ٬ وأن يكون مع المنعم
- المنهج موجود لمن يريد أن يؤمن ٬ والتوبة قائمة لكل من يخطئ
- القرآن الكريم كلام الله المعجز وضع فيه ما يثبت صدق الرسالة ليوم الدين
- اذا صفيت نفسك لاستقبال القرآن فان آياته الكريمة تمس قلبك ونفسك
- الذين يغترون بوجود الأسباب نقول لهم اعبدوا واخشعوا لواهب الأسباب
- العين قد تخدع صاحبها ولكن القلب المؤمن لا يخدع صاحبه أبدا
- القرآن الكريم يخاطب ملكات خفية في النفس لا نعرفها نحن ولكن يعرفها الله
- إن الانسان المؤمن لا يخاف الغد ٬ وكيف يخافه والله رب العالمين
- كل نعمة من الله سبحانه وتعالى هي رزق وليس المال وحده
- القرآن يعطينا قيم الحياة ٬ التي بدونها تصبح الدنيا كلها لا قيمة لها
- حين تبدأ كل شيء باسم الله ٬ كأنك تجعل الله في جانبك يعينك
- الفساد في الأرض هو أن تعمد إلي الصالح فتفسده
- يحرر الله المؤمن من ذل الدنيا بالاستعانة بالحي الذي لا يموت
- عطاء الله سبحانه وتعالى يستوجب الحمد.. ومنعه العطاء يستوجب الحمد
- اللهم إني أسألك ألا تجعل المصائب، إلا عوناً لنا على اليقين بحكمة خالقنا..
- الحياة الدنيا مهما طالت فهي قصيرة ومهما أعطت فهو قليل
- اللهم إني أسألك ألا تجعل المصائب، إلا عوناً لنا على اليقين بحكمة خالقنا
- اخطر من فعل الحرام.. ان يحرمك الله نعمة الاحساس بمرارته
- كن عظيماً ودوداً قبل أن تكون عظاماً ودوداً
- ربك قد ضمن لك رزقك فانظر إلى ما طُلِب منك ٬ واشغل نفسك بمراد الله فيك
- من رضى بقضاء ربه أرضاه الله بجمال قدره

Sabtu, 31 Mei 2014

Kisah Uwais al-Qarni

Uwais al-Qarni adalah seorang daripada kalangan tabi’in yang hidup selepas kewafatan Rasulullah , dan dapat bertemu dengan para sahabat. Sejak dilahirkan beliau berpenyakit sopak dan ayahnya telah meninggal dunia. Hidupnya sangat fakir dan dalam keadaan yatim.Ibunyalah yang menjaganya sejak kecil sehingga beliau dewasa. Walaupun miskin, Uwais kaya dengan budi bahasa dan amanah.
Uwais al-Qarni hanya tinggal bersama seorang ibu yang sudah tua, buta dan lumpuh. Malah, ibu tua itu cuma bergantung harap pada Uwais untuk menguruskan kehidupannya. Di situlah mereka dua beranak meneruskan kehidupan tanpa ada sanak saudara. Tatkala ibunya memerlukan bantuan, Uwais tidak pernah mengeluh dan akan menguruskan ibunya terlebih dahulu sebelum membuat perkara lain.
Selain dikenali sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya. Uwais juga sangat taat melakukan ibadah, beliau seringkali berpuasa dan malam hari masanya terisi dengan ibadahsolat-solat sunat dan tahajud kepada Allah SWT.
 Rasulullah  pernah berpesan kepada Sayyidina Umar r.a. dan Sayyidina AliKaramAllahu wajhah (k.w.): “Akan lahir di kalangan Tabiin seorang insan yang doanya sangat makbul. Namanya Uwais al-Qarni dan dia akan lahir di zaman kamu. Kamu berdua pergilah mencari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Dia akan muncul di zaman kamu, carilah dia. kalau berjumpa dengan dia minta tolong dia berdoa untuk kamu berdua.”
Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali lalu sama-sama menanyakan kepada Rasulullah S.A.W:“Apakah yang patut saya minta daripada Uwais al-Qarni, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Mintalah kepadanya agar dia berdoa kepada Allah agar Allah ampunkan dosa-dosa kalian.”
Memang benarlah kata-kata Rasulullah  Uwais al-Qarni akhirnya muncul di zaman Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali. Setelah puas menunggu dan mencari kabilah-kabilah yang datang dari Yaman ke Madinah, akhirnya mereka bertemu juga dengan Uwais al-Qarni.
Jika dilihat dari pandangan mata kasar orang biasa, Uwais al-Qarni tiada ciri-ciri istimewa kerana dari pandangan luaran beliau seperti orang yang tidak sempurna akal dan dianggap sebagai seorang yang kurang waras, tetapi beliau ada sesuatu yang kita tidak ketahui..
Uwais Al-Qarni adalah seorang yang berpenyakit sopak, badannya bertompok putih, yakni putih penyakit yang tidak digemari. Beliau berpenyakit sopak sejak dilahirkan dan bapanya telah meninggal dunia ketika dia masih kecil lagi. Walaupun beliau seorang berpenyakit sopak, beliau adalah seorang yang soleh yang amat mengambil berat tentang ibunya dan beliau begitu tekun untuk mendapatkan keredhaan ibunya dan setia menjaga ibunya yang sudah uzur dan lumpuh sampai beliau dewasa.
Ibunya mempunyai hajat untuk menunaikan haji di Makkah. Namun dengan kudrat yang sebegitu, ibu Uwais tidak mampu untuk ke Makkah berjalan seorang diri. Lalu dia mengutarakan hasratnya kepada Uwais supaya mengikhtiarkan sesuatu agar dia boleh dibawa ke Makkah menunaikan haji.
Sebagai seorang yang miskin, Uwais tidak berdaya untuk mencari perbelanjaan untuk ibunya kerana pada zaman itu kebanyakan orang pergi menunaikan haji dari Yaman ke Makkah perlu menyediakan beberapa ekor unta yang dipasang di atasnya ‘Haudat’ iaitu sebuah rumah kecil yang diletakkan di atas unta untuk melindungi panas matahari dan hujan, selesa namun harganya mahal. Uwais tidak mampu untuk menyediakan perbelanjaan yang sedemikian. Beliau tidak memiliki unta dan juga tidak mampu untuk membayar sewa.
Pada suatu hari, ibu Uwais yang semakin tua dan uzur berkata kepada anaknya: “Anakku, mungkin ibu dah tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkanlah agar ibu dapat mengerjakan haji.”
Uwais mendapat suatu ilham. Dia membeli seekor anak lembu yang baru lahir dan sudah habis menyusu. Dia membuat sebuah pondok (rumah kecildi atas sebuah ‘Tilal’ iaitu sebuah tanah tinggi (Dia buat pondok untuk lembu itu di atas bukit). Apa yang dia lakukan, pada petang hari beliau akan mendukung anak lembu untuk naik ke atas ‘Tilal’. Pagi esoknya beliau akan mendukung lembu itu turun dari ‘Tilal’ tersebut untuk diberi makan. Itulah yang dilakukannya setiap hari. Ada ketikanya dia mendukung lembu itu mengelilingi bukit tempat dia memberi lembu itu makan.
Perbuatan yang dilakukannya ini menyebabkan orang mengatakan beliau kurang waras. Memang pelik, membuatkan rumah untuk lembu di atas bukit, kemudian setiap hari mengusung lembu, petang dibawa naik, pagi dibawa turun bukit.
Namun sebenarnya jika dilihat di sebaliknya, Uwais seorang yang bijak. Lembu yang asalnya hanya 20 kilogram, selepas enam bulan lembu itu sudah menjadi 100kg. Otot-otot tangan dan badan Uwais pula menjadi kuat hinggakan dengan mudah mengangkat lembu seberat 100kilogram turun dan naik bukit setiap hari.
Selepas lapan bulan, apabila sampai musim haji, rupa-rupanya perbuatannya itu adalah satu persediaan untuk dia membawa ibunya mengerjakan haji. Dia telah memangku ibunya dari Yaman sampai ke Makkah dengan kedua tangannya. Di belakangnya dia meletakkan barang-barang keperluan seperti air, roti dan sebagainya. Lembu yang beratnya 100 kilogram boleh didukung dan dipangku inikan pula ibunya yang lebih ringansekitar 50 kilogram.
Beliau membawa (mendukung dan memangku) ibunya dengan kedua tangannya dari Yaman ke Makkah, mengerjakan Tawaf, Saie dan di Padang Arafah dengan senang sahaja. Dan dia juga memangku ibunya dengan kedua tangannya pulang semula ke Yaman dari Makkah.
Setelah pulang semula ke Yaman, ibunya bertanya: “Uwais, apa yang kamu doakan sepanjang kamu berada di Mekah?”
Uwais menjawab: “Saya berdoa minta supaya Allah SWT mengampunkan semua dosa-dosa ibu.”
Ibunya bertanya lagi: “Bagaimana pula dengan dosa kamu?”
Uwais menjawab: “Dengan terampun dosa ibu, ibu akan masuk syurga. Cukuplah ibu redha dengan saya, maka saya juga masuk syurga.”
Ibunya berkata lagi: “Ibu inginkan supaya engkau berdoa agar Allah SWT hilangkan sakit putih (sopak) kamu ini.”
Uwais berkata: “Saya keberatan untuk berdoa kerana ini Allah yang jadikan. Kalau tidak redha dengan kejadian Allah, macam saya tidak bersyukur dengan Allah Ta’ala.”
Ibunya menambah: “Kalau ingin masuk ke syurga, mesti taat kepada perintah ibu. Ibu perintahkan engkau berdoa.”
Akhirnya Uwais tidak ada pilihan melainkan mengangkat tangan dan berdoa. Uwais lalu berdoa seperti yang diminta oleh ibunya supaya Allah SWT menyembuhkan tompok putih yang luar biasa (sopak) yang dihidapinya itu.
Namun kerana beliau takut masih ada dosa pada dirinya, beliau berdoa: “Tolonglah ya Allah! Kerana ibuku, aku berdoa hilangkan yang tompok putih pada badanku ini melainkan tinggalkanlah sedikit.”
Maka, Allah SWT segera memakbulkan doanya dan menghilangkan penyakit sopak di seluruh badannya kecuali meninggalkan setompok sebesar duit syiling di tengkuknyaTanda tompok putih kekal pada Uwais kerana permintaannya, kerana ini (sopak) adalah anugerah Dan tanda itulah yang disebutkan oleh Rasulullah  kepada Saidina Umar al-Khattab dan Saidina Ali untuk mengenali Uwais al-Qarni.
Disebut Rasulullah  kepada Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali: “Tandanya kamu nampak di belakangnya ada satu bulatan putih, bulatan sopak. Kalau berjumpa dengan tanda itu, dialah Uwais al-Qarni.”
Tidak lama kemudian, ibunya meninggal dunia. Dia telah menunaikan kesemua permintaan ibunya. Selepas ibunya meninggal, Uwais menjadi seorang yang soleh dan ditinggikanmartabatnya di sisi Allah sehingga dia menjadi seorang yang doanya paling makbul.
Apabila Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali dapat berjumpa dengan Uwais al-Qarni dan seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah , mereka berdua pun meminta supaya Uwaismendoakan supaya dosa mereka diampunkan Allah SWT.
Ketika Uwais al-Qarni berjumpa Sayyidina Umar dan Sayyidina Ali, beliau berkata: “Aku ini datang dari Yaman ke Madinah kerana aku ingin menunaikan wasiat Rasulullah kepada kamu iaitu supaya kamu berdua berjumpa dengan aku.”
Maka Uwais pun telah mendoakan untuk mereka berdua.
Setelah itu Sayyidina Umar, yang ketika itu memegang jawatan Khalifah, bertanya kepadanya:“Anda hendak pergi ke mana?”
“Kufah”, jawab Uwais.
Sayyidina Umar bertanya lagi: “Mahukah aku tuliskan surat kepada Gabenor Kufah agar melayanimu?”
Uwais menjawab: “Berada di tengah-tengah orang ramai sehingga tidak dikenali lebih aku sukai.”
Demikianlah kisah Uwais Al-Qarni yang amat taat dan kasih kepada ibunya. Seorang Wali Allah yang tidak terkenal di bumi, tetapi amat terkenal di langit.

Firman Allah SWT :
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَـٰنًا ۚ

  “Dan Tuhanmu telah mewajibkan supaya tidak menyembah selain dari-Nya dan berlaku baik kepada ibu bapa.”  (Surah Al-Isra’, ayat 23) 

 .